Ramai Akuisisi, Industri Game Mana yang Bakal Unggul?

Bulan Januari 2022 menjadi bulan yang ramai dengan aksi akuisisi, lantas industri game mana yang bakal unggul?

Dilansir dari laman theverge.com, Sony rupanya baru saja mengumumkan finalisasi proses akuisisi Bungie, pembuat game Destiny, senilai $3,6 miliar, untuk mengakhiri Januari sebagai bulan yang ramai dengan aksi akuisisi game.

Take-Two memulai dengan kesepakatannya untuk membeli Zynga seharga $12,7 miliar, yang pada saat itu mungkin terhitung sebagai kesepakatan terbesar dalam industri video game.

Tetapi Microsoft secara signifikan mengungguli nilainya, satu minggu kemudian, lewat kesepakatan $68,7 miliar dengan membeli Activision Blizzard.

Sehingga nilai total $85 miliar dari ketiga akuisisi ini terbilang mengejutkan.

Dengan Bungie, Sony tampaknya akan menampung talenta di balik Destiny 2 yang sangat populer. Dan sepertinya perusahaan akan menggunakan keahlian Bungie untuk membuat judul layanan yang bisa berjalan lama dan sama ekspansifnya.

Ada Sony yang terkenal dengan game single-player mahalnya, seperti God of War, Ghost of Tsushima, The Last of Us, dan Ratchet & Clank: Rift Apart, tetapi Sony tidak punya Fortnite atau Destiny yang diperbarui secara berkala selama beberapa tahun.

Sementara bos PlayStation Jim Ryan mengatakan dalam sebuah wawancara, bahwa kesepakatan dengan Bungie bukanlah sebuah respon atas akuisisi besar yang telah diumumkan pada tahun 2022.

Menurutnya, sulit untuk melihat pembelian Sony ini sebagai upaya untuk mengikuti arus atau gelombang akuisisi di industri. Sebab baru pada tahun 2021, Sony mengakuisisi pengembang port PC Nixxes Software, pengembang Returnal Housemarque, pembuat The Playroom Firesprite Studios, ahli remake / remaster PlayStation Bluepoint Games, dan studio pendukung God of War Valkyrie Entertainment.

Microsoft juga telah melakukan pembelian besar-besaran, dengan mengakuisisi ZeniMax Media / Bethesda Softworks pada tahun 2021, pengembang Psychonauts 2 Double Fine Productions pada tahun 2019, dan mengumumkan penambahan lima studio ke daftarnya pada tahun 2018.

Kemudian ada pula pembelian Microsoft atas pembuat Minecraft Mojang yang sangat sukses di tahun 2014.

Bukan hanya Sony dan Microsoft yang cukup dalam merogoh kocek mereka. Meta yang merupakan perusahaan induk dari Facebook, juga telah mengeluarkan sebagian besar studio VR untuk memberikan keunggulan pada headset Quest-nya (meskipun divisi VR Meta dilaporkan berada di bawah pengawasan pemerintah, termasuk untuk pembelian pembuat aplikasi kebugaran VR Supernatural).

EA pun telah menghabiskan miliaran untuk mengakuisisi Codemasters, Glu Mobile, dan Playdemic.

Dan raksasa Cina Tencent ternyata juga ada di belakang lebih banyak industri yang mungkin tidak kita sadari. Tencent ada di balik pengembang hit seluler Call of Duty: Mobile, Honor of Kings, dan Pokémon Unite, pemilik pembuat League of Legends Riot Games, serta membeli Clash of Clans studio Supercell dari SoftBank pada tahun 2016.

Gelombang akuisisi, terutama pada kesepakatan Activision Blizzard dan Bungie, juga membuat ide-ide yang sebelumnya tak terduga menjadi lebih mungkin.

Bisakah Sony membeli Square Enix untuk menjadikan Final Fantasy sebagai seri eksklusif PlayStation?

Bagaimana jika Microsoft membeli Ubisoft?

Akankah Nintendo membeli Sega Sammy untuk menjadikan Sonic sebagai waralaba pihak pertama?

Jika semua pertanyaan itu diajukan di bulan Desember, mungkin semua ide itu akan ditertawakan, tetapi tidak dengan sekarang.

Sony pun bahkan mengisyaratkan kalau nantinya akan ada lebih banyak akuisisi.

“Kami benar-benar harus berharap lebih. Kami sama sekali belum selesai. Dengan PlayStation, perjalanan kami masih panjang”, kata Ryan kepada Gamesindustry.biz.

Kesepakatan Sony untuk Bungie memang belum sepenuhnya selesai, tetapi akuisisi studio besar lainnya tampaknya tak terelakkan lagi pada saat ini.

Baca juga: Setelah Diakuisisi The New York Times, Akankah Permainan Viral Ini Tetap Gratis?

Leave a Comment