Facebook Dituntut, Salah Satu Fiturnya Diduga Timbulkan Kecemasan di Masyarakat

Facebook tampaknya bakal dituntut lantaran salah satu fiturnya diduga dapat timbulkan kecemasan di tengah masyarakat.

Dilansir dari laman cnet.com, Texas, salah satu negara bagian di Amerika Serikat, menggugat Meta atas penggunaan teknologi pengenalan wajah di jejaring sosial Facebook, di masa lalu.

Padahal, sebenarnya di tahun lalu, Facebook sendiri telah menutup sistem pengenalan wajahnya, dengan alasan kekhawatiran masyarakat dan ketidakpastian hukum.

Gugatan yang diajukan Senin (14/2) oleh Jaksa Agung Texas Ken Paxton, menuduh Facebook melanggar undang-undang privasi negara bagian dengan menangkap data biometrik pada puluhan juta orang Texas tanpa mendapatkan persetujuan.

“Agar Facebook tidak akan lagi bisa mengambil keuntungan dari orang dan anak-anak mereka, dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan, dengan mengorbankan keselamatan dan kesejahteraan seseorang. Ini adalah contoh dari praktik bisnis menipu yang harus dihentikan,” kata Paxton dalam rilisnya.

Teknologi pengenalan wajah atau face recognition, yang mengubah pemindaian wajah menjadi data yang dapat diidentifikasi, memang telah berkembang menjadi masalah privasi dan jadi salah satu problematika hak-hak sipil.

Pada tahun lalu, tepatnya di bulan November, Facebook mengatakan akan mematikan sistem pengenalan wajah dan menghapus data pemindaian wajah lebih dari 1 miliar pengguna.

Perusahaan mengatakan keputusan itu didorong oleh kekhawatiran masyarakat dan ketidakpastian peraturan tentang teknologi pengenalan wajah.

Langkah ini juga menandai pergeseran besar teknologi kontroversial yang dimasukkan Facebook ke dalam fitur-fiturnya, seperti misalnya saat memberi orang pilihan untuk menerima pemberitahuan otomatis ketika mereka muncul di foto dan video yang diposting oleh orang lain.

“Pada saat Facebook mengumumkan akan menutup sistem pengenalan wajahnya, perusahaan itu diam-diam telah mengeksploitasi orang Texas dan informasi pribadi mereka selama lebih dari satu dekade”, tulis gugatan tersebut.

Lebih lanjut Paxton juga menerangkan bahwa hanya sedikit pengguna yang tahu bahwa ketika mereka menjawab pertanyaan sederhana tentang siapa yang ada di suatu foto tertentu, itu sama artinya mereka telah membantu mengajarkan teknologi pengenalan wajah Facebook untuk memetakan dan mengenali wajah manusia dengan lebih baik demi keuntungan usaha komersial Facebook, namun di sisi lain justru merugikan keselamatan dan keamanan pribadi pengguna dan juga untuk yang bukan pengguna.

“Teknologi pengenalan wajah dapat disalahgunakan oleh penguntit dan penjahat untuk mengumpulkan informasi tentang target atau menemukan akun media sosial mereka”, imbuhnya.

Meski demikian, tampaknya ini bukan pertama kalinya Facebook dituduh melanggar undang-undang privasi negara.

Pada Februari 2021, Facebook juga menyelesaikan gugatan class action yang melibatkan penggunaan teknologi pengenalan wajah dalam fitur penandaan foto senilai $650 juta.

Gugatan itu menuduh pemindaian Facebook, dibuat tanpa persetujuan pengguna dan melanggar Undang-Undang Privasi Informasi Biometrik Illinois.

Adapun pada gugatan kali ini, Facebook dituduh telah menangkap miliaran kali data biometrik Texas tanpa persetujuan dan mengekspos informasi pribadi mereka ke entitas lain, tanpa sepengetahuan pengguna.

Menurut gugatan itu, diperkirakan 20,5 juta orang Texas ada di Facebook.

Gugatan ini menuduh raksasa media sosial itu, melanggar undang-undang privasi biometrik Texas karena perusahaan tidak menerima persetujuan dari pengguna Facebook dan Instagram untuk mengambil data wajah dan gagal menghancurkan data biometrik dalam “waktu yang wajar”.

Undang-undang yang ada dalam Texas Capture of Use of Biometrics Identifier Act, menyatakan bahwa suatu entitas harus memusnahkan data biometrik selambat-lambatnya satu tahun setelah tujuan untuk memperoleh informasi tersebut kedaluwarsa.

Gugatan itu juga menuduh bahwa Facebook terlibat dalam tindakan palsu, menyesatkan atau menipu dengan gagal memberi tahu pengguna tentang pengumpulan data biometrik, yang melanggar undang-undang perlindungan konsumen negara bagian.

Sementara itu, saat dimintai tanggapannya terkait gugatan itu, Meta hanya menjawabnya melalui email.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email pada hari Senin (14/2), juru bicara Meta mengatakan bahwa tuduhan itu tidak berdasar dan perusahaan akan membela diri.

Baca juga Tutup Sejak Maret 2020, Kantor Microsoft Bakal Dibuka Lagi

Leave a Comment